Berbicara tentang Hari Kebangkitan Nasional, tentu hal pertama yang terlintas dalam benak kita adalah mengenai organisasi Budi Oetomo, mengapa demikian? hal ini dikarenakan peringatan Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) dilakukan setiap tanggal 20 Mei, yang diambil dari tanggal berdirinya organisasi Budi Utomo yaitu 20 Mei 1908. Pada awalnya, saya sangat mengagumi organisasi Budi Oetomo (BO) itu sendiri karena disetiap buku sekolah dari tingkat SD sampai SMA selalu menceritkan bahwa BO merupakan pelopor terjadinya kebangkitan nasional di Indonesia, di dalam benak saya terbayang betapa mulia dan berpengarunya organisasi ini dalam era pergerakan nasional di Indonesia yang mengubah perjuangan bangsa Indonesia dari perjuangan yang bersifat kedaerahan menjadi perjuangan yang bersifat nasional.
Namun secara pribadi pandangan saya tersebut lama kelamaan berubah menjadi keraguan dan menimbulkan satu pertanyaan yang belum saya dapatkan jawaban yang pasti, pertanyaan tersebut adalah apakah benar organisasi Budi Oetomo sebagai pelopor terjadinya kebangkitan nasional Indonesia? meskipun belum mendapatkan jawabannya, namun dibawah ini saya akan mencoba untuk menguraikan beberapa fakta yang menimbulkan keraguan tentang penetapan hari berdirinya BO sebagai HARKITNAS.
1. Sejarah pergerakan Budi Utomo
Boedi Oetomo (BO) merupakan organisasi yang didirikan pada hari Minggu, 20 Mei 1908 jam sembilan pagi di Batavia, pendirian organisasi ini dipelopori oleh siswa - siswa dari sekolah dokter bumiputra yaitu STOVIA (School Tot Opleiding Van Indische Arsten) (Simbolon, 2006:249), dengan Soetomo sebagai ketua, serta Goenawan dan Soewarno sebagai sekretaris. perlu dicatat bahwa STOVIA sendiri didirikan pada tahun 1902 di Batavia, siswanya berasal dari sekolah dasar 5 tahun, dengan gelar alumni sebagai Inlandsche Arts atau Dokter Bumiputra. dengan demikian dapat kita bayangkan berapa usia pendiri BO 1908 jika STOVIA didirikan pada 1902. Sejarah mencatat bahwa Soetomo lahir 30 Juli 1888 di Ngepeh, Nganjuk, Jawa Timur. Jadi, usia Soetomo saat menjadi siswa STOVIA adalah 20 tahun, padahal Soetomo masuk ke STOVIA hanya berasal dari sekolah dasar 5 tahun dengan pengutamaan pelajaran membaca, menulis dan berhitung (Mestoko, 1986:98).
Pasca dibentuknya BO, dengan segera organisasi baru itu menuntut pengorbanan dari Soetomo, pengurus serta semua anggota organisasi. Karena pengorbanan ini bisa mengancam tugas mereka sebagai pelajar, para siswa mulai ragu. Soetomo dan teman-temannya menyadari bahwa BO dapat berfungsi jika dipimpin oleh sosok yang sudah berpengalaman. kesadaran itu membuat Soetomo dan teman-temannya merencanakan untuk mengadakan kongres pertama BO yang akan dilaksanakan pada tanggal 3-5 Oktober 1908 di Yogyakarta. Sebelum pelaksanaan kongres tersebut, BO memperluas keanggotaannya sehingga berjumlah 1200 orang, dengan semboyan Java Vooruit (Jawa Maju) dan Santosa Waspada Anggajoeh Oetama (Upaya mencapai kesempurnaan dengan teguh dan waspada), dari semboyan ini saja belum terlihat cita-cita dari BO untuk mementingkan kepentingan nasional melainkan hanya untuk kepentingan kemajuan Jawa.
Pada 3-5 Oktober diadakanlah kongres BO yang pertama di Yogyakarta dengan jumlah peserta sebanyak 300 orang, dalam kongres ini terjadi perdebatan antara sesama peserta kongres, hal ini dikarenakan usulan dari Tjipto Mangonkoesomo yang menginginkan agar BO tidak terbatas sebagai organisasi sosial bagi orang Jawa saja, tetapi menjadi partai politik berdasarkan " persaudaraan nasional tanpa pandang bangsa, kelamin atau kepercayaan". namun ususlan dari Tjipto Manguonkoesomo ditolak oleh peserta kongres lainnya karena dianggap terlalu radikal sehingga usulan tersebut tidak mendapatkan dukungan. kongres ini sendiri menghasilkan keputusan diantaranya pemilihan pengurus dan kewajiban pengurus untuk merumuskan anggaran dasar secepatnya. Adapun pimpinan BO yang baru terpilih adalah Raden Ario Tirtakoesoema (regent Karanganyar), sedangkan wakil ketua dipegang oleh dr. Wahidin Soedirohoesodo. Beralihnya pucuk pimpinan BO dari tangan Soetomo ketangan Raden Ario Tirtakoesoema yang merupakan seorang regent Karanganyar, akan menjelaskan bahwa BO bukanlah penggagas dari kebangkitan Nasional. timbul pertanyaan, mengapa demikian padahal sebagai seorang regent tentu dia memiliki banyak pengalaman dalam memimpin suatu organisasi agar menjadi organisasi yang membangkitkan kebangkitan nasional di Indonesia? perlu diketahui regent berarti bupati, dan perlu diingat bahwa pada saat itu wilayah Indonesia di kuasai oleh penjajah kolonial Belanda, pada saat itu, para regent atau bupati diseluruh Indonesia dan khususnya di Pulau Jawa merupakan tangan kanan pelaksana Indirect Rule System (pemerintahan tak langsung) dari pemerintah kolonial Belanda. Oleh karena itu, para bupati bersikap sangat loyal kepada pemerintah kolonial Belanda, karena jika para bupati sedikit saja membangkang terhadap pemerintah kolonial Belanda maka bisa ditebak mereka akan dipecat dari kedudukan mereka sebagai bupati. Lalu bagaimana sikap BO yang dipimpin oleh seorang bupati terhadap cita-cita mewujudkan Indonesia yang terlepas dari belenggu penjajahan? jika selama ini kebangkitan nasional dimaknai sebagai kebangkitan gerakan perlawanan terhadap para penjajah dalam hal ini kolonial Belanda, maka mungkinkah para bupati sebagai pemimpin BO dapat berpihak kepada gerakan Kebangkitan Nasional di Indonesia, padahal mereka saja merupakan tangan kanan dari pemerintah Kolonial Belanda. Dua bulan sesudah kongres pengurus berhasil menyelesaikan rumusan program BO, diantaranya rumusan BO untuk penduduk Bumiputra Jawa dan Madura saja, hal inilah yang membuat berang anggota pimpinan lainnya seperti, Tjipto Mangoenkoesomo, Soerjodipoetro, dan Soewardi Soerjaningrat (Ki Hajar Dewantara), pada tanggal 10 Oktober 1909 Dr. Tjipto Mangoenkoesomo dan Soerjodipoetro mengundurkan diri dari kepengurusan BO, namun demikian, sebagai anggota mereka terus berjuang menjadikan BO sebagai orgsnisasi kebangsaan untuk Indonesia. Dalam kongres ke-dua 11-12 Oktober 1909, Dr. Tjipto Mangoenkoesomo mengusulkan agar BO membuka sistem penerimaan keanggotaan yang tidak terbatas dari bangsawan Jawa semata tetapi terbuka bagi Indiers (anak hindia) yang lahir, hidup dan mati di tanah Hindia, usul tersebut kembali ditolak. adapun salah satu hasil dari kongres yang ke-dua ini adalah menetapkan anggaran dasar yang segera diajukan kepada pemerintah kolonial Belanda untuk memperoleh pengakuan resmi atas berdirinya BO. Rupanya anggaran dasar ini begitu disukai oleh pemerintah kolonial Belanda sehingga pada 28 Desember 1909 BO secara resmi diakui. kembali terungkap point penting tentang kekeliruan mengenai penetapan hari berdirinya BO sebagai HARKITNAS, bagaimana mungkin pemerintah kolonial Belanda yang notabennya tidak menginginkan bangsa Indonesia merdeka, menyetujui serta mengakui keberadaan BO jika akan membahayakan bagi pemerintah kolonial itu sendiri, tentu saja yang terjadi adalah pemerintah kolonial Belanda menganggap BO sama sekali tidak akan membahayakan kepentingan mereka sebagai penjajah. Lagi, apakah mungkin organisasi yang tidak membahayakan kepentingan pemerintah kolonial Belanda untuk terus menduduki Indonesia bisa dianggap sebagai pelopor kebangkitan nasional jika makna kebangkitan nasional adalah gerakan untuk melawan penjajah guna mewujudkan Indonesia yang merdeka? selanjutnya pada kongres BO di Surkarta (6-9 April 1928), memutuskan bahwa BO menolak pelaksanaan cita-cita persatuan Indonesia.
Dari berbagai fakta yang saya peroleh dari beberapa sumber buku, bisa dikatakan bahwa BO bukanlah pelopor dari kebangkitan nasional di Indonesia, lalu apakah pertimbangan yang sebenarnya diambil oleh pemerintah untuk menetapkan hari lahir BO sebagai HARKITNAS?
inilah pertanyaan yang hingga saat ini belum saya dapatkan jawaban yang jelas...
0 Response to "benarkah Boedi Oetomo sebagai pelopor kebangkitan nasional di Indonesia?"
Posting Komentar